Menatap Palau yang Indah dari Puncak Geurutee

Oleh: Siti Hajar

Jalan berliku menanjak pelan menuju Puncak Geurutee seolah mengajak siapa pun yang melintas untuk berhenti sejenak dari riuhnya hidup. Di titik ini, di ketinggian yang berdamai dengan awan, hamparan keajaiban menanti dalam kesegaran yang jujur dan lapang.

Dari puncak itu, mata menjelajah bebas ke arah laut yang membentang biru. Di kejauhan, gugusan pulau-pulau kecil—dikenal masyarakat setempat sebagai Palau—tampak seperti untaian zamrud terapung tenang di atas samudra. Angin laut berhembus lembut, membawa aroma asin yang khas, bercampur dengan suara-suara burung yang mengitari tebing dan langit terbuka.

Langit di atas Geurutee tak pernah biasa. Kadang birunya pekat dan dalam, kadang jingga membakar perlahan kala senja mendekat. Dan di antara perpindahan cahaya itu, hati terasa kecil, tapi juga penuh. Seolah semesta berbicara melalui lanskap yang tak memerlukan banyak kata.

Palau di bawah sana tidak menyuarakan apapun, namun kehadirannya memberi rasa tenang yang menyusup hingga ke tulang. Pada waktu-waktu tertentu, air laut di sekitarnya memantulkan cahaya seperti cermin raksasa, menciptakan ilusi langit kedua di permukaan bumi. Tak heran bila banyak musafir menjadikan Geurutee sebagai tempat terbaik untuk meregangkan tubuh dan memberi jeda pada pikiran.

Di sepanjang tepian tikungan, berdiri warung-warung sederhana yang menghadap langsung ke jurang dan laut. Di sinilah kopi tubruk khas Aceh—dikenal juga sebagai kopi khop—disajikan hangat dalam gelas terbalik, dengan piring kecil sebagai alas, mengundang untuk dinikmati pelan-pelan sambil memandangi Palau dan laut yang seperti lukisan hidup.

Tidak ada yang lebih cocok menemani kopi hangat selain seporsi mie instan rebus dengan telur. Hangatnya bukan hanya dari kuah dan bumbu, tapi dari suasana yang menyelimuti. Angin Geurutee membelai lembut wajah siapa pun yang duduk menikmati, menciptakan pengalaman yang membekas lebih lama dari sekadar rasa.

Lokasi dan Akses

Puncak Geurutee terletak di Kabupaten Aceh Jaya, di jalur lintas barat Banda Aceh–Meulaboh, tepatnya sekitar 65 kilometer dari Banda Aceh. Waktu tempuh berkendara sekitar 1,5–2 jam melalui jalan beraspal mulus, meski dengan banyak tikungan dan tanjakan curam yang menantang.

Sepanjang perjalanan, pemandangan begitu bervariasi—dari sawah, pegunungan, tebing pantai, hingga hutan tropis yang sejuk dan rimbun. Setibanya di Puncak Geurutee, area parkir dan deretan warung sudah siap menyambut para pelintas dan wisatawan.

Tips Berkunjung

Kebutuhan

Rincian

Waktu terbaik

Pagi hari untuk menyaksikan kabut tipis dan warna laut yang segar, atau sore menjelang senja untuk melihat matahari perlahan tenggelam di balik garis laut.

Transportasi

Akses mudah untuk kendaraan roda dua dan empat, tapi tetap waspada di tikungan dan tanjakan curam. Ekstra hati-hati.

Pendakian trekking

Jika ingin sudut pandang lebih tinggi, tersedia jalur dari Desa Babah Ie—cocok untuk pecinta alam dan fotografi.

Fasilitas

Warung makan, no toilet, area duduk, dan lahan parkir. Namun, akhir pekan bisa padat-kemungkinan besar juga macet.

Keamanan  kenyamanan

Bawa jaket karena suhu bisa dingin di puncak. Jangan beri makan monyet liar dan selalu simpan sampah.

Biaya

Tidak dipungut biaya masuk. Siapkan uang tunai secukupnya untuk makanan dan minuman (±Rp 15.000–25.000).

Rekomendasi Kuliner Khas Geurutee

  1. Kopi Tubruk Aceh / Kopi Khop. Dikenal unik karena disajikan dalam gelas terbalik. Aroma robusta yang khas bercampur dengan udara pegunungan membuat rasa kopinya terasa lebih hidup.
  2. Mie Instan Rebus + Telur. Sederhana tapi nikmat. Kuah hangat, mie yang kenyal, ditambah telur rebus atau ceplok, sangat cocok dinikmati sambil menatap laut lepas.
  3. Kelapa Muda. Alternatif segar bagi pengunjung yang tidak ingin minum kopi. Cocok untuk dinikmati di siang hari yang terik.
  4. Gorengan Hangat. Aneka gorengan jika kamu beruntung, pemilik warung rajin mau membuat camilan yang disenangi banyak orang ini.

Antara Langit dan Laut, Ada Rasa yang Mengendap

Geurutee bukan hanya puncak biasa. Ia adalah panggung alam tempat laut, langit, angin, dan waktu bertemu tanpa saling mendahului. Di sinilah banyak orang memilih diam, bukan karena tak punya kata, tetapi karena semua telah diwakili oleh pemandangan yang membentang.

Mereka yang pernah duduk di bangku kayu sederhana di tepian tikungan Geurutee, menyeruput kopi, menatap Palau, dan merasakan angin laut yang memeluk, akan memahami bahwa ada jenis ketenangan yang tak bisa dibeli—hanya bisa ditemukan. Puncak Geurutee adalah salah satunya. []

Lebih baru Lebih lama