Taman Tepi Kali Kota Banda Aceh, dari Stigma Lama ke Wajah Baru

 

Oleh: Siti Hajar

Kemarin siang tanpa sengaja Aku dan keluarga singgah di sebuah warung makan kecil di sudut tepi kali, tepatnya di Kawasan dekat dengan Polresta Banda Aceh. Setelah makan, entah mengapa hatiku tergelitik untuk berjalan sedikit ke samping kiri warung itu. Di sanalah Aku menemukan taman kecil yang tenang, dengan air sungai yang mengalir pelan, memantulkan warna hijau toska karena langit biru berarak awan putih di atasnya. Beberapa pohon rindang menaungi pinggir kali, membuat suasana sejuk meski matahari benar-benar terik. Bunga-bunga merah dari pohon falmboyan menambah keelokan taman tersebut. Dan benar saja, Aku tidak bisa menahan diri untuk mengabadikan beberapa foto. MasyaAllah, indah sekali.

Ada beberapa bangku taman yang terbuat dari besi di sana. Mungkin karena siang hari bangku itu kosong. Namun, sebelumnya aku pernah lewat ada beberapa yang sedang duduk Santai di sana pada sore hari.

Bagi warga kota, tepi kali bukan sekadar taman cantik yang enak dipandang. Dulu, kawasan ini sempat dilekati berbagai rumor. Ada yang mengatakan di sana pernah menjadi tempat transaksi gelap, ada pula yang mengaitkannya dengan stigma lokalisasi. Cerita-cerita semacam itu memang tidak pernah terbukti, tapi cukup untuk membuat orang memandangnya dengan sebelah mata. Seperti banyak ruang kota lain, ia pernah hidup dalam bisik-bisik dan tuduhan yang tak selalu adil.


Di sepanjang jalan dari arah jembatan pante perak sampai ke depan Hotel Lading  berjejer kios-kios tukang jahit. Ada yang ahli menjahit cepat seragam sekolah, ada pula yang khusus melayani permintaan ASN hingga asesoris TNI dan Polri. Dari sinilah kawasan ini mendapat denyut ekonominya sendiri. Tak peduli stigma atau gosip, aktivitas menjahit dan berdagang tetap berjalan, memperlihatkan bagaimana masyarakat memelihara ruang kota dengan caranya sendiri.

Kini, pemerintah kota merapikan wajah tepi kali. Revitalisasi kawasan Peunayong membuat taman ini tampil lebih terang, lebih ramah keluarga, dan lebih layak disebut ruang public-taman kota-yang asri. Anak-anak bisa bermain, pasangan muda berjalan santai, sementara turis dan warga kota sama-sama menikmati pemandangan sungai di tengah kota. Citra lama yang suram perlahan tergantikan oleh wajah baru yang penuh kehidupan.

Bagi banyak orang kota, taman ini juga menjadi tempat transit sebelum tiba di rumah, seusai bekerja di perkantoran sekitar tepi kali, atau setelah berjualan di pusat Pasar Aceh, mereka singgah sebentar, duduk di bangku taman, melepas lelah sambil memandang air sungai yang tenang. Rindangnya pepohonan, udara yang lebih segar, dan sungai yang kini bebas sampah membuat siapa pun merasa betah.

Yakin dan percaya, jika hari ini tempat itu benar-benar bersih dari rumor negatif, maka akan semakin banyak orang yang datang untuk menikmatinya. Semoga pemerintah kota Banda Aceh terus mengawasi dan memantau aktivitas warga, agar taman tepi kali yang cantik ini tetap terjaga sebagai ruang publik yang sehat, aman, dan membahagiakan. Patut dikhawatirkan ada warga yang menyalagunakan keberadaan taman kota tersebut.

Tepi kali Banda Aceh hari ini mengajarkan sesuatu: bahwa sebuah tempat tidak selamanya dikurung oleh masa lalunya. Ia bisa berubah, tumbuh, dan menghadirkan cerita baru bagi siapa saja yang sudi datang dan singgah. Dan bagi Aku, duduk di sana sambil memperhatikan lalu-lalang orang, terasa seperti membaca ulang buku lama yang akhirnya mendapat halaman-halaman baru yang lebih indah.

Terima kasih yang tak terhingga untuk Walikota Banda Aceh karena sudah peduli dengan taman tempat yang cantik, indah dan asri. Tentu setiap warga wajib menjaga kelestariannya. []

Lebih baru Lebih lama