Sudah sejak lama
aku menyimpan keinginan untuk berlibur ke Pulau Simeulue, pulau di barat Aceh
yang sering disebut orang sebagai sepotong surga yang jatuh ke bumi.
Meski aku tak
punya keluarga di sana, aku punya banyak teman yang tinggal dan bekerja di
pulau itu—dan belakangan, hasratku untuk berkunjung kian menggebu. Terutama
setelah salah satu teman baikku membagikan foto-fotonya saat pulang kampung di
momen Idul Fitri kemarin. Laut biru, pasir putih, dan hamparan langit luas yang
membentang membuatku terdiam sejenak. Pulau itu tampak begitu dekat, sekaligus
jauh.
Dari semua
keindahan yang bisa dikunjungi di Simeulue, satu nama terus muncul di setiap
cerita dan unggahan: Pantai Nancala. Angin laut mengalir lembut,
menyibak deretan pohon kelapa yang melenggok di garis pantai.
Di kejauhan,
gulungan ombak membentuk lengkung sempurna, seolah melambai pada para
penunggang gelombang dari segala penjuru dunia. Inilah permata tersembunyi yang
telah menjelma menjadi magnet bagi komunitas peselancar internasional.
Pantai ini bukan
sekadar hamparan pasir putih yang memanjakan mata, melainkan medan tantangan
yang memikat hati mereka yang mencintai adrenalin dan kebebasan. Bagi warga
lokal, Pantai Nancala adalah bagian dari keseharian—tempat anak-anak bermain
menjelang senja, nelayan melaut, dan keluarga berkumpul di hari libur. Namun
bagi para surfer dari Australia, Jepang, hingga Eropa, Nancala adalah alasan
mengapa mereka kembali, lagi dan lagi.
Ombak di sini
dikenal bersahabat sekaligus bertenaga, dengan karakter reef break yang
membentuk gelombang besar dan sempurna untuk berselancar. Tak heran, beberapa
kejuaraan surfing internasional pernah digelar di Nancala, memperkenalkan nama
Simeulue ke peta dunia olahraga air. Para surfer menyebutnya "a hidden
surfing heaven", surga tersembunyi yang belum terlalu padat, belum
terlalu bising, namun memiliki segalanya yang dicari oleh hati pecinta laut.
Yang menarik, pesona Pantai Nancala bukan hanya pada ombaknya. Di saat-saat tertentu, kamu bisa melihat matahari perlahan tenggelam di garis horison, menyulap langit menjadi kanvas jingga keemasan.
Sementara saat pagi hari, kabut tipis masih menggantung di
atas air, memberi nuansa magis seolah waktu melambat hanya untukmu. Tak sedikit
wisatawan yang datang tanpa papan selancar, hanya ingin duduk diam di pasir
hangat, menatap laut yang bergelombang, sembari bertanya dalam hati: “Apakah
kebahagiaan sesederhana ini?”
Pantai ini juga
menjadi pengingat bahwa Simeulue bukan sekadar pulau di ujung barat Indonesia,
tapi saksi dari ketangguhan alam dan manusia. Dulu sempat dilanda gempa
besar dan tsunami, namun penduduknya bangkit dengan semangat yang mengakar.
Kini, lewat potensi wisatanya yang luar biasa—mulai dari surfing, snorkeling,
hingga ekowisata—Simeulue kembali bersuara, dengan Pantai Nancala sebagai
pembuka cerita yang menawan.
Jika suatu hari kamu merasa lelah dengan kebisingan dunia, mungkin Pantai Nancala bisa menjadi pelabuhan hatimu. Datanglah, dengarkan debur ombaknya, dan biarkan lautnya menyapu resah yang lama bersarang.[]