Malam Lebaran di Pidie-Tradisi, Kegembiraan, dan Tantangan yang Perlu Diperhatikan


 

Oleh: Siti Hajar

Saat malam takbir berkumandang, langit Pidie berubah menjadi lautan cahaya dan suara. Dari sudut-sudut desa hingga ke pusat kota, masyarakat berkumpul untuk merayakan datangnya Idul Fitri dengan penuh sukacita. Salah satu ciri khas yang membedakan perayaan di Kabupaten Pidie, Aceh, dengan daerah lain adalah tradisi Teut Budee Trieng, yaitu permainan meriam bambu berbahan bakar karbit yang menghasilkan suara dentuman menggelegar.

Selain itu, kembang api turut menambah kemeriahan. Selama berjam-jam, langit dipenuhi kilatan warna-warni yang menciptakan suasana perayaan yang begitu meriah. Namun, di balik gemerlap dan suara ledakan yang memacu adrenalin, ada sejumlah tantangan yang patut menjadi perhatian.

Tradisi yang Mengakar dalam Budaya Masyarakat

Teut Budee Trieng bukan sekadar hiburan malam takbiran, melainkan sebuah tradisi yang telah berlangsung secara turun-temurun. Permainan ini menjadi simbol kegembiraan masyarakat Pidie dalam menyambut hari kemenangan.

Biasanya, kelompok pemuda dari berbagai gampong mulai mempersiapkan meriam bambu jauh sebelum Ramadan berakhir. Bambu berkualitas tinggi dipilih dengan cermat, lalu dipotong dan diolah agar menghasilkan suara yang maksimal saat dinyalakan. Karbit dan air menjadi bahan bakar utama yang ketika bereaksi menciptakan ledakan yang menggelegar.

Di beberapa desa seperti Garot, Kecamatan Delima, atau Reubee, Kecamatan Indrajaya, permainan ini dilakukan secara terorganisir. Para pemuda saling berlomba menciptakan suara dentuman paling keras. Tak jarang, persaingan ini berubah menjadi ajang gengsi antar-kampung, di mana siapa yang memiliki suara meriam paling nyaring akan dianggap lebih unggul.

Di tengah dentuman meriam bambu, warga lainnya menikmati pesta kembang api yang tak kalah spektakuler. Cahaya warna-warni meledak di angkasa, memantulkan keindahan di atas rumah-rumah dan masjid.

Namun, di balik kemeriahan ini, ada konsekuensi yang harus dipikirkan.

Sumber Dana: Gotong Royong yang Menjaga Tradisi

Tradisi Teut Budee Trieng bukanlah sesuatu yang murah. Meriam bambu membutuhkan perawatan khusus agar bisa bertahan semalaman. Karbit juga tidak selalu mudah didapat dan harganya bisa naik menjelang Lebaran. Belum lagi, kembang api berkualitas tinggi memiliki harga yang cukup mahal.

Lalu, dari mana masyarakat mendapatkan dana untuk acara ini?

  1. Iuran Pemuda Kampung.  Para pemuda yang terlibat dalam permainan ini biasanya mengumpulkan dana sejak awal Ramadan. Mereka menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka, baik dari bekerja di sawah, berdagang, atau pekerjaan lainnya, untuk membiayai kebutuhan tradisi ini.
  2. Sumbangan dari Perantau. Banyak warga Pidie yang merantau ke luar daerah, bahkan hingga ke Malaysia. Mereka yang tetap ingin merasakan euforia Lebaran di kampung halaman sering mengirimkan dana untuk mendukung jalannya acara ini.
  3. Dukungan dari Tokoh Masyarakat. Beberapa pengusaha lokal atau tokoh masyarakat sering ikut menyumbang. Bagi mereka, Teut Budee Trieng bukan sekadar tradisi, tetapi juga kebanggaan budaya yang harus tetap dijaga.
  4. Penggalangan Dana Sukarela. Di beberapa kampong, ada yang melakukan penggalangan dana melalui acara komunitas. Ada yang menjual takjil selama Ramadan atau membuat bazar kecil untuk mengumpulkan dana tambahan.

Dengan semangat gotong royong inilah, tradisi Teut Budee Trieng tetap lestari hingga sekarang.

Dampak di Balik Kemeriahan: Sebuah Peringatan Tanpa Mengurangi Keseruan

Tidak bisa dipungkiri, di balik kemeriahan, ada tantangan yang perlu diperhatikan.

1. Gangguan Kesehatan dan Kenyamanan Warga

Bagi mereka yang berjiwa muda dan menyukai sensasi suara ledakan, dentuman meriam bambu adalah hiburan. Namun, tidak semua orang bisa menikmatinya.

  • Lansia dan penderita penyakit jantung sering kali merasa cemas karena suara ledakan yang mendadak dan berulang-ulang.
  • Anak-anak kecil dan bayi yang baru lahir mengalami gangguan tidur dan bahkan menangis tanpa henti karena suara yang begitu keras.
  • Hewan peliharaan seperti kucing dan anjing menunjukkan perilaku stres akibat kebisingan yang tak biasa.

Bahkan, ada beberapa kasus di mana warga harus dilarikan ke rumah sakit karena serangan jantung akibat terkejut mendengar ledakan meriam yang terlalu dekat.

2. Kemacetan yang Tak Terhindarkan. Setiap tahun, jalan-jalan utama di Pidie berubah menjadi lautan kendaraan. Warga yang ingin menyaksikan kembang api atau ikut bermain meriam bambu memadati jalan-jalan utama. Jalan utama menuju pusat kota dan masjid besar sering lumpuh total. Pengendara harus bersabar berjam-jam untuk bisa bergerak.

Bagi mereka yang hanya ingin pulang ke rumah setelah silaturahmi, ini tentu menjadi tantangan tersendiri.

3. Risiko Kecelakaan. Meskipun meriam bambu terlihat sederhana, cara pembuatannya tetap membutuhkan keahlian khusus. Jika tidak dirancang dengan baik, ledakan bisa terjadi lebih cepat dari yang diharapkan, menyebabkan luka bakar atau cedera serius.

Begitu juga dengan kembang api. Jika dimainkan tanpa pengawasan, bisa berisiko melukai orang lain atau bahkan menyebabkan kebakaran kecil.

Menuju Tradisi yang Lebih Tertib dan Aman

Masyarakat Pidie memiliki warisan budaya yang luar biasa. Teut Budee Trieng dan pesta kembang api adalah bagian dari identitas yang harus dijaga. Namun, melestarikan tradisi bukan berarti mengabaikan keselamatan dan kenyamanan bersama.

Mungkin sudah saatnya tradisi ini tetap dijalankan dengan beberapa langkah pencegahan:  Menentukan zona aman untuk meriam bambu agar tidak mengganggu rumah sakit, masjid, atau pemukiman padat penduduk. Membatasi waktu permainan meriam bambu, misalnya hanya hingga pukul 1 dini hari agar warga bisa beristirahat.Menyiapkan jalur alternatif untuk menghindari kemacetan. Serta Menghimbau pemuda agar tidak bermain kembang api terlalu dekat dengan orang lain untuk menghindari risiko cedera.

Malam Lebaran harus tetap menjadi malam penuh suka cita, bukan ketakutan. Dengan sedikit kesadaran dan kebijaksanaan, tradisi ini bisa terus lestari tanpa mengorbankan kenyamanan orang lain.

Selamat menyambut Idul Fitri, semoga kebahagiaan merata untuk semua! [] 

Lebih baru Lebih lama