Oleh: Siti Hajar
Di jantung Kota Banda Aceh, berdiri megah sebuah
monumen yang menjadi ikon kebanggaan masyarakat, yakni Tugu Simpang Lima.
Diresmikan pada 14 Mei 2017 oleh Wali Kota Banda Aceh saat itu, Illiza
Sa'aduddin Djamal, tugu ini tidak sekadar memperindah kota, tetapi juga
menyimpan filosofi mendalam yang merefleksikan sejarah dan budaya Aceh.
Tugu Simpang Lima terletak di pusat persimpangan
lima jalan utama yang menghubungkan berbagai kawasan strategis Banda Aceh.
Lokasi ini bukan sekadar titik lalu lintas penting, tetapi juga menjadi area
bersejarah yang telah menjadi saksi berbagai peristiwa besar dalam perjalanan
panjang Serambi Mekkah.
Mengusung desain modern dengan sentuhan
tradisional Aceh, tugu ini memiliki struktur yang melambangkan kebangkitan dan
ketahanan rakyat Aceh. Lima pilar utama yang menopangnya bukan sekadar simbol
persimpangan jalan, tetapi juga menggambarkan lima pilar Islam. Ornamen khas
Aceh yang menghiasi tugu ini menjadi penegas jati diri budaya, sementara sistem
pencahayaan yang dinamis semakin memperindah tampilan monumen ini pada malam
hari.
Proyek pembangunan Tugu Simpang Lima merupakan
hasil kerja sama antara Pemerintah Kota Banda Aceh dan PT Bank Bukopin. Seluruh
biaya pembangunan, yang mencapai sekitar Rp2,2 miliar, dibiayai oleh Bukopin
sebagai bentuk kontribusi dalam memperindah wajah kota dan mewujudkan konsep
Kota Madani. Dengan dukungan penuh dari sektor perbankan, proyek ini berhasil
menghadirkan landmark yang memperkuat identitas Banda Aceh sebagai kota yang
bersejarah dan terus berkembang.
Keunikan Tugu Simpang Lima semakin terasa dengan
keberadaan berbagai bangunan bersejarah dan landmark penting di sekitarnya.
Tidak jauh dari tugu, Masjid Raya Baiturrahman berdiri megah sebagai simbol
utama Banda Aceh. Masjid yang memiliki arsitektur khas Mughal ini menjadi saksi
sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh. Sementara itu, Jembatan Pante Pirak
yang melintasi Sungai Krueng Aceh menjadi penghubung utama ke kawasan
Peunayong, yang dikenal sebagai pusat perdagangan dan ekonomi. Di sisi lain,
Kodam Iskandar Muda berdiri kokoh sebagai pusat komando pertahanan yang
memiliki peranan strategis dalam keamanan wilayah Aceh. Tidak jauh dari kawasan
ini, Hotel Medan menyimpan kisah panjang sebagai salah satu hotel tertua di
Banda Aceh yang tetap bertahan dari masa ke masa.
Keberagaman sosial dan budaya di sekitar Simpang
Lima semakin tampak dengan keberadaan berbagai tempat penting lainnya. Rumoh
Budaya Banda Aceh dengan arsitektur kolonialnya menjadi wadah pelestarian seni
dan sejarah. Gedung Baperis, yang dibangun sejak tahun 1880, kini digunakan
sebagai kantor pemerintahan dan organisasi Angkatan 45. Di kawasan ini juga
terdapat Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, yang menjadi tempat ibadah bagi umat
Katolik, menandakan harmoni keberagaman agama di Banda Aceh. Sementara itu, Pasar
Peunayong menjadi jantung ekonomi masyarakat, di mana komunitas Tionghoa telah
lama berkontribusi dalam aktivitas perdagangan sejak masa kolonial.
Dengan segala keindahan dan maknanya, Tugu Simpang
Lima tidak hanya menjadi titik orientasi di Banda Aceh tetapi juga menjadi
simbol perpaduan antara sejarah, budaya, dan modernitas. Keberadaannya
memperkuat karakter kota sebagai destinasi wisata sejarah dan religi yang terus
berkembang. Bagi siapa saja yang berkunjung ke Banda Aceh, berfoto di depan
tugu ini adalah sebuah keharusan—sebuah kenang-kenangan dari kota yang tidak
pernah kehilangan pesonanya.